Kepada yang tercinta bunda yang tersayang.
Segala puji bagi Allah, yang telah memujikan kepada mereka berdua sebagai pintu tengah menuju syurga. Selawat serta salam hamba yang lemah ini panjatkan keatas jungjungan mulia nabi Muhammad saw keluarganya serta para sahabatny hingga hari kiamat. Amin
Ibu, aku terima suratmu yang engkau tulis denga air mata dan duka. Aku telah membaca semuanya dan tidak ada satu huruf pun aku sisa kan. Tapi tahukah engkau ibu bahawa aku membacanya semenjak solat isyak, aku tutup pintu kamar, aku bukak surat yang engkau tuliskan untukku dan baru aku selesaikan membacanya setelah ayam berkokok. Setelah fajar telah terbit dan azan pertama telah dikumandangkan. Sebenarnyalah surat yang engkau tuliskan tersebut jika ditaruhkan kedalam batu tentunya akan pecah. Jika engkau letakkan keatas daun yang hijau tentu ia akan kering. Sebenarnyalah surat yang engkau tulis tersebut tidak akan tertelan oleh ayam. Sebenarnya ibu suratmu itu bagiku bagaikan petir kemurkaan jika dikejutkan kepohon yang besar dia akan rebah dan terbakar. Suratmu wahai ibu bagai kaum Samud yang datang berarak yang telah siap dimuntahkan kepadaku.
Ibu, aku telah baca suratmu, sedangkan air mataku tidak pula pernah berhenti. Bagaimana tidak, jika surat itu ditulis oleh seorang yang bukan ibu dan ditulis bukan pula ditujukan kepadaku layaklah orang yang paling bebal untuk menangis bagaimana yang kiranya surat itu ditulis adalah ibuku sendiri dan surat itu pula ditujukan kepada dirku sendiri. Sungguh aku sering membaca kisah sedih dan tidak disangka bantal yang dijadikan tempat bersandar telah menjadi basah kerna air mata. Bagaimana pula surat yang ibu tulis itu bukan cerita yang ibu karang atau sebuah drama yang ibu perankan. Akan tapi dia adalah sebuah kenyataan hidup yang ibu rasakan.
Ibuku yang kusayangi, sungguh berat cobaanmu, sungguh malang penderitaanmu, semua yang engkau sebutkan telah benar adanya. Aku masih ingat ketika engkau ditinggalkan ayah, engkau menghamilkan adikku,. Ayah pergi entah kemana, tidak meninggalkan wang belanja. Jadi carilah engkau apa yang hendak untuk dijadikan sebagai makanan disekitar rumah dari dedaunan tumbuhan. Dengan jalan berat engkau melangkah untuk pergi membeli ala kadar sambil engkau membisikkan kepada penjual bahawa apa yang engkau ambil tersebut adalah hutang yang engkau sendiri tidak tahu kapan akan engkau lunaskan.
Ibu aku masih ingat ketika kami anak-anak menangis untuk dibuatkan makanan, engkau tiba-tiba mengapai atap dapur untuk mengambil kerak nasi yang telah lama engkau jemur dan engkau keringkan. Tidak jarang pula engkau simpankan untukku setelah pulang sekolah tumbung kelapa hanya untuk melihat aku mengambilnya dengan segera. Atau aku masih ingat engkau sengaja ambilkan air didih dari nasi yang sedang masak ketika engkau temukan aku dalam keadaan sakit demam.
Ibu maafkanlah anakmu ini, aku tahu bahawa semenjak engkau gadis sebagaimana yang telah diceritakan oleh nenek sampai engkau telah tua seperti sekarang ini. Engkau belum pernah mengecap kebahagiaan. Duniamu hanya rumah serta halamannya, kehidupanmu hanya dengan anak-anakmu. Belum pernah aku melihat engkau tertawa bahagia kecuali ketika kami anak-anak mula datang ziarah kepadamu. Selain dari tiu tiada kebahagiaan, semua hidupmu adalah perjuangan, semua hari-harimu adalah pengorbanan.
Ibu maafkanlah anakmu ini, semenjak engkau pilihkan untukku seorang isteri, wanita yang telah engkau puji sifat dan akhlaknya, yang engkau telah sanjung suku dan negerinya. Semenjak itu pula aku seakan-akan lupa dengamu. Keberadaan dia sebagai isteriku telah melupakan posisi engkau sebagai ibuku. Senyuman dan sapaannya telah melupakanku akn himbauanmu. Ibu aku tidak menyalahkan wanita pilihanmu tersebut, kerna kewajibannya untuk menunaikan sebagai seorang isteri. Aku berharap akan permasalahan ini engkau tidak membawa-bawa akan namanya dan menaikkan kedurhakaanku kepadamu kernanya. Kerna selama ini dimataku dia dalah isteri yang baik. Isteri yang telah berupaya berbuat banyak untuk suami dan anak-anaknya. Isteri yang selalu menyuruh untuk berbuat taat dan berbakti kepada kedua orang tuanya.
Ibu ketika seorang laki-laki menikah denga seorang wanita, maka seolah-olah dia seakan mendapat permainan baru seperti anak kecil mendapatkan boneka atau orang-orang. Maafkan aku ibu, aku tidaklah membela diriku kerana dari awal dan akhir perbicaraan ini kesalahan tetap ada pada anakmu ini. Akan tetapi aku ingin menerangkan keadaan yang aku alami, perubahan suasana yang telah engkau dan aku berpisah untuk tidak dibawah satu atap lagi
Ibu, perkahwinanku membuatku masuk kealam yang baru. Dunia yang selama ini tidak pernah aku kenal, dunia yang hanya ada aku, isteri dan anak-anakku. Bagaimana tidak, isteri yang baik, anak-anak yang lucu, maafkan aku ibu. Maafkan aku anakmu, aku merasa dunia hanya milik kami aku tidak peduli akan keadaan orang penting bagi diriku. Yang penting bagi diriku adalah keadaan mereka, anak-anak dan isteriku. Ibu maafkan aku anakmu, ampunkan aku anakmu, aku telah lalai, aku telah alpa, aku telah lupa, aku menyia-nyiakanmu. Aku pernah mendengar kajian bahawa orang tua dfitrahkan untuk dincintakan untuk anak-naknya akan tetapi anak-anak difitrahkan untuk menyia-nyiakan orang tuanya.
Oleh sebab itu dilarang mencintai anak berlebihan, sebagaimana dilarang kepada anak agar tidak berbuat durhaka kepada orang tua. Itulah yang terjadi kepada diriku wahai ibuku. Aku pasti akan gila ketika melihat anaku sakit, aku seperti orang kebigungan ketika melihat anak aku direrea tapi itu sulit jika aku rasakan hal itu terjadi padamu wahai ibuku dan ayahku.
Ibu, sulit aku merasakan perasaanmu kalaulah bukan kerana bimbingan agam yang telah engkau talkinkan padaku tentu aku seperti kebanyakan anak-anak yang durhaka kepada orang tua. Kalaulah bukan kerana baktimu kepada orang tuamu dan orang tua ayahmu, niscaya aku tidak akan pernah kenal erti bakti kepada orang tua. Setelah suratmu datang baru aku mengerti dan sadari kerna selama ini hal itu tidak pernah engkau ungkapkan. Semuanya kau simpan dalam-dalam sperti permasalahan yang berat yang kau hadapi selama ini. Sekarang baru aku mengerti wahai ibu, bahawa hari yang sulit bagi seorang ibu adalah dimana hari anak laki-lakinya menikah seorang wanita. Wanita yang telah mendapat keberuntungan, bagaimana tidak dia dapatkan seorang laki-laki yang telah matang peribadinya dan matang ekonominya hasil dari seorang ibu yang telah letih membesarkannya. Dari hidup ibu itulah dia mendapatkan kematangan jiwanya dan dari wang ibu itulah dia dapatkan kematangan ekonominya.
Sekarang dengan ikhlas dia berikan kepada seorang wanita yang tidak ada hubungan dengannya kecuali hubungan dua wanita yang berebut perhatian seorang laki-laki. Dia dari sebagai anak dari ibunya dan dia dari sebagai suami dari isterinya. Ibuku sayang, maafkan aku serta ampunkan diriku, satu tetes air matamu adalah satu lautan api neraka bagi diriku. Janganlah engkau menangis lagi dan jangalah engkau berduka lagi kerna duka dan tangismu menambah jatuhku kedalam api neraka. Aku takut ibu, takut kalau akan neraka itu pula yang aku peroleh izinkan aku untuk membuang kebahagianku selama ini demi hanya untuk dapat menyekat air matamu. Kalau akan pula engkau murka kepadaku, izinkan aku datang kepadamu membawa segala yang aku miliki lalu menyerahkannya kepadamu lalu terserah engkau untuk kau perbuat apa. Ibu, dari hati aku perkatakan aku tidak mahu masuk neraka, sekalipun aku memiliki kekuasaan firaun, dan kekayaan qarun, niscaya aku tidak akan tukar dengan kesengsaraan di akhirat sekalipun sesaat.
Siapa pula yang bisa tahan denga azab neraka wahai ibunda. Maafkan aku wahai ibu, adapun sebutanmu tentang keluhan terhadap Allah SWT bahawa engkau belum mengangkatnya kelangit, bahwa engkau belum lagi mahu berdoa kepada Allah SWT akan kedurhakaanku, maka ampun wahai ibu. Kalaulah itu yang terjadi doa ibu tersampaikan kelangit, apalah jadinya nanti akan diriku tentu aku akan jadi tumbul yang tumbang disambar petir. Apalah gunanya kemegahan sekirannya engkau doakan kebinasaan tentu aku akan jadi pohon, yang tidak berakar ke bumi dan dahannya tidak sampai kelangit ditengahnya dimakan kumbang pula.
Kalaulah doamu terucap diatasku wahai ibundaku, maka tidak ada lagi gunanya hidupku. Tidak ada lagi gunanya kekayaan, tidak ada lagi gunanya pergaulan. Ibu dalam sepanjang sejarah manusia yang kubaca, maka tidak ada orang yang berbahagia setelah kena kutuk dari orang tuanya. Itu didunia, maka aku tidak dapat bayangkan bagaimana nasibnya di akhirat tentu ia lebih sengsara. Ibu seelah membaca suratmu, baru aku menyadari kesilapan, kealpaan dan kelalaianku. Ibu pastikan suratmu akan kujadikan jimat dalam hidupku, setiap kali aku lalai dalam berkhidmat kepadamu akan kubaca ulang kembali, tiap kali aku lengah darimu akan kutalkinkan diriku dengannya akan kusimpan dalam lubuk hatiku. Sebelum aku menyimpannya dalam kotak wasiatku. Akan ku sampaikan kepada anak keturunanku bahawa ayah mereka dahulu pernha lalai didalam berbakti. Lalu ia sedar dan kembali kepada kebenaran, ayah mereka pernah berbuat salah sehingga ia pernah menyakiti hati orang yang seharusnya ia cintai lalu ia kembali kepada petunjuk.
Bunda, engaku berbicara tentang tua wahai bunda. Siapa yang tidak akan mengalami ketuaan wahai ibundaku?
Burung helang yang terbang di angkasa tidak pernah bermain kecuali ditempat yang tinggi, suatu saat nanti diakan jatuh jua. Dikejar dan diperebutkan oleh burung-burung kecil. Singa! Singa hutan yang selalu memangsa, jika telah tiba tua dia akan dikejar-kejar oleh anjing kecil tanpa perlawanan. Tidak ada kekuasaan yang kekal, tidak ada kekayaan yang abadi, yang tersisa hanya amal baik, atau amal buruk yang akan dipertanggungjawabkan.
Ibu, doakan anakmu ini agar menjadi anak yang berbakti kepadamu dimasa banyak, dimana banyak anak-anak yang durhaka terhadap orang tuanya. Angkatlah kelangit munajatmu untukku agar aku peroleh kebahgiaan abadi didunia dan diakhirat.
Ibu, sesampainnya suratku ini insyallah tidak akan ada lagi air mata yang akan jatuh kerna silap anakmu. Setelah ini tidak ada lagi kejauhan antara kamu dengan anakmu, bahagiamu adalah bagiaku, kesedihanmu adalah kesedihanku, senyumanku adalah senyumanku, tangismu adalah tangisku. Aku berjanji untuk selalu berbakti kepadamu buat selamanya dan aku berharap agar aku dapat mebahgiankanmu selama selagi mataku bias lagi berkedip maka bahagiakanlah dirimu.
Buanglah segala kesedihan, cobalah tersenyum ini kami (aku isteri dan anak-anak) sedang bersiap-siap untuk bersimpuh dihadapanmu untuk mencium tangamu.
Salam hangat dari anakmu yang durhaka.
Wallahutaalalam.
Ditulis semula hasil dari talaqi online bersama Ustadz Armen Halim Naro (Rahimhullah).
No comments:
Post a Comment