Thursday, January 13, 2011

SURAT DARI ANAK


Kepada yang tercinta bunda yang tersayang.

Segala puji bagi Allah, yang telah memujikan kepada mereka berdua sebagai pintu tengah menuju syurga. Selawat serta salam hamba yang lemah ini panjatkan keatas jungjungan mulia nabi Muhammad saw keluarganya serta para sahabatny hingga hari kiamat. Amin

Ibu, aku terima suratmu yang engkau tulis denga air mata dan duka. Aku telah membaca semuanya dan tidak ada satu huruf pun aku sisa kan. Tapi tahukah engkau ibu bahawa aku membacanya semenjak solat isyak, aku tutup pintu kamar, aku bukak surat yang engkau tuliskan untukku dan baru aku selesaikan membacanya setelah ayam berkokok. Setelah fajar telah terbit dan azan pertama telah dikumandangkan. Sebenarnyalah surat yang engkau tuliskan tersebut jika ditaruhkan kedalam batu tentunya akan pecah. Jika engkau letakkan keatas daun yang hijau tentu ia akan kering. Sebenarnyalah surat yang engkau tulis tersebut tidak akan tertelan oleh ayam. Sebenarnya ibu suratmu itu bagiku bagaikan petir kemurkaan jika dikejutkan kepohon yang besar dia akan rebah dan terbakar. Suratmu wahai ibu bagai kaum Samud yang datang berarak yang telah siap dimuntahkan kepadaku.

Ibu, aku telah baca suratmu, sedangkan air mataku tidak pula pernah berhenti. Bagaimana tidak, jika surat itu ditulis oleh seorang yang bukan ibu dan ditulis bukan pula ditujukan kepadaku layaklah orang yang paling bebal untuk menangis bagaimana yang kiranya surat itu ditulis adalah ibuku sendiri dan surat itu pula ditujukan kepada dirku sendiri. Sungguh aku sering membaca kisah sedih dan tidak disangka bantal yang dijadikan tempat bersandar telah menjadi basah kerna air mata. Bagaimana pula surat yang ibu tulis itu bukan cerita yang ibu karang atau sebuah drama yang ibu perankan. Akan tapi dia adalah sebuah kenyataan hidup yang ibu rasakan.

Ibuku yang kusayangi, sungguh berat cobaanmu, sungguh malang penderitaanmu, semua yang engkau sebutkan telah benar adanya. Aku masih ingat ketika engkau ditinggalkan ayah, engkau menghamilkan adikku,. Ayah pergi entah kemana, tidak meninggalkan wang belanja. Jadi carilah engkau apa yang hendak untuk dijadikan sebagai makanan disekitar rumah dari dedaunan tumbuhan. Dengan jalan berat engkau melangkah untuk pergi membeli ala kadar sambil engkau membisikkan kepada penjual bahawa apa yang engkau ambil tersebut adalah hutang yang engkau sendiri tidak tahu kapan akan engkau lunaskan.

Ibu aku masih ingat ketika kami anak-anak menangis untuk dibuatkan makanan, engkau tiba-tiba mengapai atap dapur untuk mengambil kerak nasi yang telah lama engkau jemur dan engkau keringkan. Tidak jarang pula engkau simpankan untukku setelah pulang sekolah tumbung kelapa hanya untuk melihat aku mengambilnya dengan segera. Atau aku masih ingat engkau sengaja ambilkan air didih dari nasi yang sedang masak ketika engkau temukan aku dalam keadaan sakit demam.

Ibu maafkanlah anakmu ini, aku tahu bahawa semenjak engkau gadis sebagaimana yang telah diceritakan oleh nenek sampai engkau telah tua seperti sekarang ini. Engkau belum pernah mengecap kebahagiaan. Duniamu hanya rumah serta halamannya, kehidupanmu hanya dengan anak-anakmu. Belum pernah aku melihat engkau tertawa bahagia kecuali ketika kami anak-anak mula datang ziarah kepadamu. Selain dari tiu tiada kebahagiaan, semua hidupmu adalah perjuangan, semua hari-harimu adalah pengorbanan.

Ibu maafkanlah anakmu ini, semenjak engkau pilihkan untukku seorang isteri, wanita yang telah engkau puji sifat dan akhlaknya, yang engkau telah sanjung suku dan negerinya. Semenjak itu pula aku seakan-akan lupa dengamu. Keberadaan dia sebagai isteriku telah melupakan posisi engkau sebagai ibuku. Senyuman dan sapaannya telah melupakanku akn himbauanmu. Ibu aku tidak menyalahkan wanita pilihanmu tersebut, kerna kewajibannya untuk menunaikan sebagai seorang isteri. Aku berharap akan permasalahan ini engkau tidak membawa-bawa akan namanya dan menaikkan kedurhakaanku kepadamu kernanya. Kerna selama ini dimataku dia dalah isteri yang baik. Isteri yang telah berupaya berbuat banyak untuk suami dan anak-anaknya. Isteri yang selalu menyuruh untuk berbuat taat dan berbakti kepada kedua orang tuanya.

Ibu ketika seorang laki-laki menikah denga seorang wanita, maka seolah-olah dia seakan mendapat permainan baru seperti anak kecil mendapatkan boneka atau orang-orang. Maafkan aku ibu, aku tidaklah membela diriku kerana dari awal dan akhir perbicaraan ini kesalahan tetap ada pada anakmu ini. Akan tetapi aku ingin menerangkan keadaan yang aku alami, perubahan suasana yang telah engkau dan aku berpisah untuk tidak dibawah satu atap lagi

Ibu, perkahwinanku membuatku masuk kealam yang baru. Dunia yang selama ini tidak pernah aku kenal, dunia yang hanya ada aku, isteri dan anak-anakku. Bagaimana tidak, isteri yang baik, anak-anak yang lucu, maafkan aku ibu. Maafkan aku anakmu, aku merasa dunia hanya milik kami aku tidak peduli akan keadaan orang penting bagi diriku. Yang penting bagi diriku adalah keadaan mereka, anak-anak dan isteriku. Ibu maafkan aku anakmu, ampunkan aku anakmu, aku telah lalai, aku telah alpa, aku telah lupa, aku menyia-nyiakanmu. Aku pernah mendengar kajian bahawa orang tua dfitrahkan untuk dincintakan untuk anak-naknya akan tetapi anak-anak difitrahkan untuk menyia-nyiakan orang tuanya.

Oleh sebab itu dilarang mencintai anak berlebihan, sebagaimana dilarang kepada anak agar tidak berbuat durhaka kepada orang tua. Itulah yang terjadi kepada diriku wahai ibuku. Aku pasti akan gila ketika melihat anaku sakit, aku seperti orang kebigungan ketika melihat anak aku direrea tapi itu sulit jika aku rasakan hal itu terjadi padamu wahai ibuku dan ayahku.

Ibu, sulit aku merasakan perasaanmu kalaulah bukan kerana bimbingan agam yang telah engkau talkinkan padaku tentu aku seperti kebanyakan anak-anak yang durhaka kepada orang tua. Kalaulah bukan kerana baktimu kepada orang tuamu dan orang tua ayahmu, niscaya aku tidak akan pernah kenal erti bakti kepada orang tua. Setelah suratmu datang baru aku mengerti dan sadari kerna selama ini hal itu tidak pernah engkau ungkapkan. Semuanya kau simpan dalam-dalam sperti permasalahan yang berat yang kau hadapi selama ini. Sekarang baru aku mengerti wahai ibu, bahawa hari yang sulit bagi seorang ibu adalah dimana hari anak laki-lakinya menikah seorang wanita. Wanita yang telah mendapat keberuntungan, bagaimana tidak dia dapatkan seorang laki-laki yang telah matang peribadinya dan matang ekonominya hasil dari seorang ibu yang telah letih membesarkannya. Dari hidup ibu itulah dia mendapatkan kematangan jiwanya dan dari wang ibu itulah dia dapatkan kematangan ekonominya.

Sekarang dengan ikhlas dia berikan kepada seorang wanita yang tidak ada hubungan dengannya kecuali hubungan dua wanita yang berebut perhatian seorang laki-laki. Dia dari sebagai anak dari ibunya dan dia dari sebagai suami dari isterinya. Ibuku sayang, maafkan aku serta ampunkan diriku, satu tetes air matamu adalah satu lautan api neraka bagi diriku. Janganlah engkau menangis lagi dan jangalah engkau berduka lagi kerna duka dan tangismu menambah jatuhku kedalam api neraka. Aku takut ibu, takut kalau akan neraka itu pula yang aku peroleh izinkan aku untuk membuang kebahagianku selama ini demi hanya untuk dapat menyekat air matamu. Kalau akan pula engkau murka kepadaku, izinkan aku datang kepadamu membawa segala yang aku miliki lalu menyerahkannya kepadamu lalu terserah engkau untuk kau perbuat apa. Ibu, dari hati aku perkatakan aku tidak mahu masuk neraka, sekalipun aku memiliki kekuasaan firaun, dan kekayaan qarun, niscaya aku tidak akan tukar dengan kesengsaraan di akhirat sekalipun sesaat.

Siapa pula yang bisa tahan denga azab neraka wahai ibunda. Maafkan aku wahai ibu, adapun sebutanmu tentang keluhan terhadap Allah SWT bahawa engkau belum mengangkatnya kelangit, bahwa engkau belum lagi mahu berdoa kepada Allah SWT akan kedurhakaanku, maka ampun wahai ibu. Kalaulah itu yang terjadi doa ibu tersampaikan kelangit, apalah jadinya nanti akan diriku tentu aku akan jadi tumbul yang tumbang disambar petir. Apalah gunanya kemegahan sekirannya engkau doakan kebinasaan tentu aku akan jadi pohon, yang tidak berakar ke bumi dan dahannya tidak sampai kelangit ditengahnya dimakan kumbang pula.

Kalaulah doamu terucap diatasku wahai ibundaku, maka tidak ada lagi gunanya hidupku. Tidak ada lagi gunanya kekayaan, tidak ada lagi gunanya pergaulan. Ibu dalam sepanjang sejarah manusia yang kubaca, maka tidak ada orang yang berbahagia setelah kena kutuk dari orang tuanya. Itu didunia, maka aku tidak dapat bayangkan bagaimana nasibnya di akhirat tentu ia lebih sengsara. Ibu seelah membaca suratmu, baru aku menyadari kesilapan, kealpaan dan kelalaianku. Ibu pastikan suratmu akan kujadikan jimat dalam hidupku, setiap kali aku lalai dalam berkhidmat kepadamu akan kubaca ulang kembali, tiap kali aku lengah darimu akan kutalkinkan diriku dengannya akan kusimpan dalam lubuk hatiku. Sebelum aku menyimpannya dalam kotak wasiatku. Akan ku sampaikan kepada anak keturunanku bahawa ayah mereka dahulu pernha lalai didalam berbakti. Lalu ia sedar dan kembali kepada kebenaran, ayah mereka pernah berbuat salah sehingga ia pernah menyakiti hati orang yang seharusnya ia cintai lalu ia kembali kepada petunjuk.

Bunda, engaku berbicara tentang tua wahai bunda. Siapa yang tidak akan mengalami ketuaan wahai ibundaku?

Burung helang yang terbang di angkasa tidak pernah bermain kecuali ditempat yang tinggi, suatu saat nanti diakan jatuh jua. Dikejar dan diperebutkan oleh burung-burung kecil. Singa! Singa hutan yang selalu memangsa, jika telah tiba tua dia akan dikejar-kejar oleh anjing kecil tanpa perlawanan. Tidak ada kekuasaan yang kekal, tidak ada kekayaan yang abadi, yang tersisa hanya amal baik, atau amal buruk yang akan dipertanggungjawabkan.

Ibu, doakan anakmu ini agar menjadi anak yang berbakti kepadamu dimasa banyak, dimana banyak anak-anak yang durhaka terhadap orang tuanya. Angkatlah kelangit munajatmu untukku agar aku peroleh kebahgiaan abadi didunia dan diakhirat.

Ibu, sesampainnya suratku ini insyallah tidak akan ada lagi air mata yang akan jatuh kerna silap anakmu. Setelah ini tidak ada lagi kejauhan antara kamu dengan anakmu, bahagiamu adalah bagiaku, kesedihanmu adalah kesedihanku, senyumanku adalah senyumanku, tangismu adalah tangisku. Aku berjanji untuk selalu berbakti kepadamu buat selamanya dan aku berharap agar aku dapat mebahgiankanmu selama selagi mataku bias lagi berkedip maka bahagiakanlah dirimu.

Buanglah segala kesedihan, cobalah tersenyum ini kami (aku isteri dan anak-anak) sedang bersiap-siap untuk bersimpuh dihadapanmu untuk mencium tangamu.

Salam hangat dari anakmu yang durhaka.

Wallahutaalalam.

Ditulis semula hasil dari talaqi online bersama Ustadz Armen Halim Naro (Rahimhullah).

Wednesday, December 29, 2010

SURAT DARI IBU


Demi anakku yang tersayang Segala puji ibu panjatkan kepada Allah swt yang telah memudahkan ibu untuk berdoa dan beribadat kepadaNya. Selawat serta salam ibu sampaikan kepada junjungan mulia Nabi Muhammad SAW keluarga dan para sahabatnya.

Wahai anakku, surat ini datang dari ibumu yang selalu dirudung sengsara. Setelah berfikir panjang, ibu mencuba untuk menulis dan menguriskan pena sekalipun keraguan meyeliputi diri. Setiap kali menulis, setiap itu pula gores tulisan terhalang oleh tangis dan setiap kali meitikkan air mata, setiap itu pula hati terluka.

Wahai anakku, sepanjang masa yang telah engkau lewati, kulihat engkau telah menjadi laki-laki dewasa yang cerdas lagi bijak, kernanya engkau pantas membaca tulisan ini, sekalipun nantinya engkau akan ramas kertas ini lalu engkau robek-robekkan sebagaimana sebelumnya engkau telah ramas hati ibu dan telah engkau robekkan pula perasaanya.

Wahai anakku, 25 tahun telah berlalu dan tahun-tahun itu merupakan tahun kebahagiaan dalam kehidupanku. Satu ketika doctor datang menyampaikan tentang kehamilanku dan semua ibu amat mengetahui akan kalimat tersebut. Bercampur rasa gembira dan bahagia dalam diri ini, sebagaiman ia awal mula dari fizik dan emosi ibu. Semenjak khabar gembira tersebut aku membawamu sembilan bulan, tidur, berdiri, makan dan bernafas dalam kesulitan. Akan tetapi itu semua tidak mengurangi akan kasih dan cintaku kepadamu bahkan ia tumbuh bersama berjalannya akan waktu. Aku mengandungmu wahai anakku, padapun diri lemah atas lemah bersamaan dengan itu aku pun gembira tatkala merasakan melihat terjangan kakimu atau balikkan badanmu di perutku. Aku merasa puas setiap aku menimbang dirimu kerana semakin hari semakin bertambah berat perutku. Beerti dengan begitu engkau sihat walafiat didalam rahimku anakku.

Penderitaan yang berpanjangan menderaku, sampailah tiba pada fajar pada suatu malam itu yang aku tidak bisa tidur sekejap pun. Aku merasakan sakit yang tidak tertahankan dan merasa takut yang tidak bisa dilukiskan, Sakit itu berlanjut sehingga membuatku tidak lagi dapat menangis sebanyak itu pula melihat kematian dihadapanku. Hingga tibalah waktunya engkau keluar kedunia, engkau lahir bercampur air mata kebahagiaanku dengan air mata tangismu. Ketika engkau lahir, menitis air mataku. Maka air mataku bhagia kerana telah selesai semua senak keletihan buat ketika itu. Hilang semua sakit dan penderitaan bahkan kasihku kepadamu semakin bertambah dengan bertambah kuatnya sakit. Aku raih dirimu sebelum aku raih minuman. Aku peluk cium dirimu sebelum meneguk titis air yang ada dikerongkong anak tekakku.

Wahai anakku, telah berlalu tahun dari usiamu aku membawamu dengan hatiku, memandikanmu dengan kedua tangan kasih sayangku. Saripati hidupku kuberikan kepadamu. Aku tidak tidur demi tidurmu, berletih-letihan demi kebahagiaanmu, harapanku pada setiap harinya agar aku selalu melihat senyumanmu. Kebahagianku setiap saat adalah permintaanmu agar aku berbuat sesuatu untukmu. Kebahagiaanku setiap saat adalah setiap permintaanmu yang aku agar bisa berbuat untukmu itulah kebahagiaaku.

Lalu berlalulah waktu, hari berganti hari, bulan bersilih ganti, tahun berganti tahun selama itu pula aku setia menjadi pelayanmu yang tidak pernah lalai. Menjadi dayangmu yang tidak pernah berhenti, menjadi pekerjamu yang tidak pernah lelah, mendoakan selalu kebaikan dan taufiq untukmu. Aku selalu memperhatikan dirimu hari demi hari hingga engkau menjadi dewasa. Badanmu yang tegap, ototmu yang kekar, kumis dan jambang tipis telah menghiasi wajahmu. Telah menambah ketampananmu wahai anakku. Tatkala itu aku mula melirik, kekiri dan kekanan demi mencari pasangan hidupmu. Semakin dekat hari perkahwinanmu, semakin dekat pula hari kepergianmu tatkala itu hatiku terasa teriris-iris. Air mataku mengalir, entah apa rasanya hati ini bahagia telah bercampur dengan duka, tangis telah tercampur pula denga tawa. Bahagia kerna engkau telah mendapatkan pasangan, kerna engkau telah mendapatkan jodoh, engkau telah mendapatkna pendamping hidup, sedangkan sedih kerna engkau adalah penglipur hatiku yang akan berpisah sebentar lagi bagi diriku. Waktu pun berlalu seakan-akan aku menyeretnya dengan berat, Kirannya setelah perkahwinan itu aku tidak lagi mengenal dirimu. Senyummu yang selama ini yang menjadi penglipur duka dan kesedihanku sekarang telah sinar bagaikan matahari yang telah ditutupi kegelapan malam. Tawamu yang selama ini kujadikan buluh perindu sekarang telah tenggelam, seperti batu yang telah dijatuhkan dalam kolam kering dengan kedaunan yang keguguran.

Aku benar-benar tidak mengenalimu lagi wahai anakku, setelah engkau melupakanku dan melupakan hakku. Terasa lama hari-hari yang engkau lewati hanya untuk ingin melihat rupamu. Detik demi detik ku hitung demi mendengar suaramu akan tetapi penantianku seperti sangat panjang. Aku selalu berdiri dipintu hanya untuk melihat dan menanti kedatanganmu. Setiap kali berderet pintu aku menyangka engkau lah orangyna yang datang. Setiap kali telepon berdering aku merasa bahawa engkau adalah orang yang akan menelefonku. Setiap kenderaan yang lewat aku merasa bahawa engkaulah yang datang. Akan tapi semua itu tidak ada. Penantianku sia-sia dan harapanku, hancur berkeping dan yang ada hanya keputus asaan dan yang tersisa hanyalah kesedihan dan keletihan yang selama ini kurasakan. Sambil menangisi diri dan nasib yang telah ditakdirkan olehNya.

ANAKKU, ANAKKU, ANAKKU

Ibumu tidaklah meminta banyak, dan juga tidak menagih padamu yang bukan-bukan. Cuma yang ibu pinta kepadamu jadikan ibumu sebagai sahabat dalam kehidupanu. Jadikanlan ibumu yang malang ini sebagai pembantu dirumahmu, agar bisa juga aku menatap wajahmu, dan mengingati akan detik-detik bahagia suatu tika dahulu. Dan ibu memohon kepadamu anakku, janganlah engaku pasang jerat permusuhan denganku dan jangan engkau membuang wajahmu ketika ibu ingin melihat wajahmu wahai anakku.

Yang ibu tagih kepadamu, jadikanlah rumah ibumu ini salah satu tempat singgahanmu, agar engkau dapat sekali-sekali singgah kesana sekalipun hanya satu detik. Jangan jadikan ia tempat sampah yang pernah engkau kunjungi yang sekiranya terpaksa engkau datang, engkau datang sambil menutup idung dan engkau berlalu dengan begitu pantas sekali untuk pergi.

Anakku, telah bungkuk pula punggukku, bergementar tanganku kerana badanku telah diamakn oleh usia, dan telah dirobeti oleh penyakit. Berdirinya seharusnya telah dipapah, duduknya pun seharunya dipopong. Akan tetapi yang tidak pernah sirna adalah cintaku kepadamu seperti lautan yang tidak pernah kering masih sperti angin yang tidak pernha berhenti, sekiranya engkau dimuliakn suatu hari oleh seseorang nescaya engkau akan balas kebaikan dengan kebaikan. Sedangkan ibumu mana balas budimu, mana balasan baikmu bukankah air susu harus dibalaskan denga serupa bukanlah air susu dibalas denga air tuba. Dan bukankah Allah taala telah berfirman:

‘Bukankah balasan kebaikan kecuali dengan kebaikan yang serupa. (Ar Rahman 55:60)

Sampai begitukan keras hatimu dan sudah begitu jauhkah dirimu. Setelah berlaunya hari dan berselangnya waktu. Wahai anakku, setiap kali aku mendengar bahawa engkau bahagia dengan hidupmu setiap itu pula bertambah kebahagiaanku. Bagaimana tidak kerana engkau adalah buah dari kedua tanganku. Engkau adalah hasil dari keletihanku, engkaulah laba dari semua usahaku, dosa apakah yang telah kuperbuat sehingga engkau jadikan diriku musuh buyutanmu. Apakah pernah aku salah pada satu hari aku bergaul denganmu? Atau pernahkan aku berbuat lalai dalam melayanimu. Tidak dapatkah engkau membantu yang terhina sekian banyak dari pembantu-pembantumu yang mereka semua telah engkau beri upah. Tidak dapatkah engkau berikan sedikit perlindungan kepadaku dibawah naugan kebesaranmu. Dapatkah engkau anugerahkan sedikit kasih saying demi mengobati derita orang tua yang malang ini. Dan Allah swt mencitai orang-orang yang berbuat baik. (Inallaha yuhibbul mukhsinin)

Wahai anakku, aku hanya ingin melihat wajahmu dan aku tidak menginginkan yang lain. Wahai anakku, hatiku terasa teriris, air mataku mengalir, sedangkan engkau sihat walafiat. Orang-orang sering mengatakan bahawa engkau adalah orang yang dermawan dan berbudi. Anakku, apakah hatimu tidak tersentuh terhadap seorang wanita yang lemah, binasa dimakan oleh rindu berselimutkan kesedihan dan berpakaian kedukaan. Kenapa? Tahukan engkau akan hal itu? Kerna engkau telah berhasil mengalirkan air matanya, kerna engkau telah membalas denga luka dihatinya, kerna engkau telah pandai menikan dirinya dengan belati durhakamu yang tepat menikam jantungnya. Kerna engkau telah berhasil pula memutuskan tli silaturrahimnya.

Wahai anakku, ibumu inilah sebenarnya pintu syurga maka titilah jambatan ini untuk menujunya dan lewatilah jalanya dengan senyuman yang manis penuh kemaafan dan balas budi yang baik semoga aku bertemu dengamu disana dengan kasih saying Allah swt sebagaimana didalam hadith

‘ Orang tua adalah pintu syurga yag ditengah sekiranya engkau mahu sia-siakanlah pintu itu jagalah’

(HR Imam Ahmad)

Anakku, aku mengenalmu sejak dahulunya setelah engkau beranjak dewasa bahawa engkau sangat tamak dengan pahala. Engkau selalu ceritakan tentang kelebihan berjemaah, engkau selalu ceritakan kepadaku tentang kebaikan saf pertama pada setiap jemaah, engkau selalu membukakan tentang hal infak, tentang bersedekah, akan tapi satu hadith engkau lupakan nak iaitu bahawa nabi Muhammad saw telah bersabda:

‘Diriwayatkan oleh Abdulllah ibn Mas’ud ra: Aku bertanya; Amal apakah yang paling mulia? Rasulullah berkata: Solat pada awal waktunya. Kemudian aku berTanya apa lagi ya Rasulullah. Beliau berkata: berbakti kepada kedua orang tua. Aku berkata kemudian ya Rasullulah. Beliau berkata; Jihad di jalan Allah. Lalu beliau diam. Sekiranya aku bertanya lagi nescaya beliau akan menjawabnya.”

Itulah hadith yang dibawakan oleh Abdullah Ibn Mas’ud radiallahuanhu. Wahai anakku, ini aku ibumu pahalamu tanpa harus engkau memerdekakan budak banyak-banyak berinfak. Tanpa engkau harus banyak-banyakkan bersedekah, aku pahalamu. Pernahkah engkau mendengar seorang yang meningalkan keluarga dan anak-anaknya merangkak jauh meningalkan negeri demi untuk mencari tambang emas,untuk menghidupkan keluarganya. Pernahkah engkau mendengar cerita itu?

Dia salami satu persatu, dia ciumi satu persatu anak-anaknya dan isterinya. Dia mengatakan ayahmu akan berangkat ke negeri sekian yang ayah sendiri tidak tahu. Ayah akan mencari emas, rumah kita yang rehat ini jagalah, ibu kalian yang tua ini jagalah. Lalu berangkatlah suami tersebut.

Suami yang berangkat jauh demi mencari emas untuk membagunkan rumah istana demi keluarganya. Akan tetapi apa yang terjadi, setelah 30 tahun dalam perantauan yang ia bawa hanya tnagan hampa dan kegagalan. Pulanglah ia kembali kegunung kampungnya dan setibanya ditempat kampungya itu, matanya terbelalak melihat tidak lagi ada bubuk rehat yang didiami anaknya dan keluarganya akan tetapi dia melihat sebuah perusahan besar tambang emas. Ketika dia mencari jauh perusahan emas di tempat orang , kiranya emas ada ditempatnya sendiri.

Begitulah perumpaannya padamu buat anakku. Engkau berletih mencari pahala, engkau telah beramal banyak tapi engkau telah lupa didekatmu ada pahala yang maha besar. Disampingmu ada orang yang dapat menghalangi atau memepercepatkan amalmu. Bukankah redhaku adalah keredhaan Allah. Dan bukankah murkamu adalah kemurkaan Allah juga wahai anakku.

Anakku, aku takutkan engkau. Engkaulah yang dimaksudkan oleh nabi Muhammad saw didalam hadithnya:

‘Celaka seseorang! Celaka sesorang! Celaka sesorang! Siapa ya Rasulullah saw? Seorang yang mendapatkan akan satu atau kedua orang tuanya hidup bersamanya akan tapi tidak membuatkan mereka masuk ke syurga’

(HR Imam Muslim)

Anakku, aku tidak akan angkat keluhan ini ke langit, aku tidak akan adukan keluhan ini kepada Allah kerna sekirannya keluhan ini, jika seandainya menembusi ke bumbung awan melewati pintu-pintu langit maka akan menimpamu kebinasaan dan kesengsaraan yang tidak ada ubantnya dan tidak ada tabib yang dapaat menyembuhkannya. Aku tidak akan melakukannya wahai anakku. TIDAK! Bagaimana aku akan lakukannya sedangkan engkau adalah jantung hatiku. Bagaimana ibu ini kuat menadahkan tanganya ke langit sedangkan engkau adalah penglipur lara hatiku. Bagaimana ibu tegar melihatmu merana terkena doa mustajab padahal engkau bagiku adalah kebahagian hidupku.

Bangunlah anakku. Bangkitlah anakku. Uban sudah mulai merambat di kepalamu. Akan berlalu masa sehingga engkau akan menjadi tua pula. Sebagaimana engkau akan perbuat sebegitulah orang akan perbuat kepadamu. Engkau akan memetik sesuai dengan apa yang kau tanam. Aku tidak ingin engkau menulis surat ini. Aku tidak ingin engkau menulis surat yang sama dengan air matamu kepada anak-anakmu sebagaimana aku telah menulisnya kepadamu.

Wahai anakku. Bertakwalah kepada Allah. Berbaktilah kepada ibumu, peganglah kakinya sesungguhnya syurga dikakinya. Basuhlah air matanya, pujuklah kesedihannya, kencanglah rintihnya dan kokohkan badannya yang telah longlai.

Anakku, setelah engkau membaca surat ini, terserahlah padamu. Apakah engkau sadar yang engkau akan kembali, atau engkau akan merobeknya.

Selawat keatas jungjungan mulia nabi Muhammad saw.

Dar ibumu yang merana.

Dipetik dari audio syarahan dari Uztaz Armen Halim Naro Rahimahullah. Semoga Allah menjadikan ilmu-ilmu yang ditinggalakannya ini sebagai bekalan buatnya di alam barzakah dan juga akhirat sana. Ameen

Saturday, October 23, 2010

WHY WE WORSHIP ALLAH.( Part 1)

1) Because Allah has grant us a lot of ni'mah. 2) Allah has chosen us to be Muslim that why we have to worship Him. 3) It part of pillars of Islam. 4) To show our grateful to Him And so on and so forth. ALL OF THIS TYPE REASON ARE THE SECONDARY REASON OF WORSHIPPING ALLAH. The question now is what are the primary reason on why we have to worship Allah. To answer this we have to look back on the FUNDAMENTAL basis of our religion. The differ between Muslim and non Muslim are not because they do not believe in Allah. It is because they do not testify that there is no God"WORTHY" to be worship except Allah. This is the first phrase of "SYAHADAH"that Instantly made difference between Muslim and non Muslim. Don't we realise it? Yes, but how deep do we comprehend the phrase of SYAHADAH. We clarified by our own tounge that Allah is the one Who worthy to be worship and this are the "PRIMARY REASON Of WHY DO WE WORSHIP ALLAH." Therefore, all of the secondary reason such above should come after it as a support of the act of worship so that it will beautify by establishing that Allah is Al Karim(The Generous), Ar Rahman(The All Compassionate) Al Matin(The Forceful One), Ar Razzak(The Provider), Al Malik(The Absolute Ruler), Ar Rashid(The Righteous Teacher), Al Muhaimin(The Guardian), Al Musawwir(The Shaper of Beauty) Al Ghaffar(The Forgiving), Al Wadud(The Loving One). May Allah Grant Us Better Understanding. Wallahualam. Barakallahu Fekum Sheikh Yasir Qadhi - Why do we worship Allah.